Rabu, 01 Mei 2013

PERAN MAHASISWA DALAM MENGHADAPI BENCANA


Indonesia. Siapa yang tidak mengenal negeri berjuluk Jamrud Khatulistiwa ini? Sebuah julukan yang menggambarkan betapa indahnya negeri ini. Tapi itu dulu, dulu sekali. Entahlah…masihkah julukan itu berlaku dengan kondisi Indonesia yang seperti ini? Bencana Alam terjadi di mana-mana. Gunung meletus, banjir, tsunami, angin puting beliung, adalah sederet kecil bencana alam yang pernah “mampir” di Indonesia. Siapa yang salah? Tidak ada, karena semuanya merupakan bencana yang memang tidak dapat diprediksi. Hal ini juga tidak terlepas dari kondisi geografis Indonesia. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia mencatat sekurang-kurangnya ada 28 wilayah di Indonesia yang rawan gempa dan tsunami. Selain dikepung tiga lempeng tektonik dunia, Indonesia juga dilalui jalur Cincin Api Pasifik (The Pacific Ring of Fire) yang merupakan jalur rangkaian gunung api aktif di dunia dan membentang di antara subduksi dan pemisahan lempeng Pasifik dengan lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, lempeng Amerika Utara yang bertabrakan dengan lempeng Amerika Selatan. Belum lagi ditambah dengan potensi gunung api yang dimilikinya. Indonesia memiliki gunung berapi berjumlah kurang lebih 240 buah dan hampir 70 di antaranya merupakan gunung api yang masih aktif.
Menurut Mohtar Mas’oud, mahasiswa merupakan makhluk istimewa. Mereka ada pada lapisan umur yang memungkinkan menjadi energik dan cocok untuk menjadi pelopor perbaikan keadaan. Secara definitif, mahasiswa berasal dari dua suku kata yaitu kata maha dan siswa. Kata maha mempunyai arti paling tinggi, sedangkan kata siswa memiliki makna seorang yang terpelajar baik secara individu maupun kelompok. Jadi, mahasiswa adalah seorang terpelajar yang mempunyai kedudukan tertinggi diantara pelajar-pelajar lainnya dalam tingkatan akademik. Dengan adanya predikat tersebut, diharapkan nantinya mampu mengubah keadaan menjadi lebih baik dan mampu mengisi lapisan pemimpin. Secara fungsi mahasiswa mempunyai dua peran penting dalam kehidupan bermasyarakat. Pertama, sebagai manager dan kedua sebagai pencetus gagasan. Peran yang pertama lebih menekankan pada orientasi tindakan, yaitu lebih menekankan bagaimana menyelesaikan suatu masalah secara tuntas, sehingga peran ini lebih memerlukan bekal keilmuan yang menunjang penyelesaian masalah dalam suatu bidang ilmu. Sedangkan peran kedua lebih berorientasi pada pemikiran, yaitu lebih pada kegiatan “asah otak” untuk melahirkan kemungkinan pemikiran alternatif sehingga peran ini lebih memerlukan bekal keilmuan.
Peran tersebut memerlukan satu syarat utama, yaitu belajar bermasyarakat. Belajar menyelesaikan masalah-masalah kemasyarakatan secara bersama pada dasarnya adalah belajar berpolitik. Dengan demikian, tujuan mahasiswa adalah memahami fenomena yang terjadi dalam suatu tatanan masyarakat baik dari segi politik, ekonomi, sosial, dan lain sebagainya.
Lantas apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk menanggapi merebaknya bencana alam yang cenderung sulit diprediksi secara pasti akhir-akhir ini? Sejauh ini kalangan mahasiswa khususnya dan dunia kampus pada umumnya terlihat lamban merespon jika dibanding menanggapi isu-isu lain seperti isu skandal politik, korupsi pejabat negara, dan lain sebagainya yang langsung ditanggapi secara serius. Sementara untuk isu bencana seakan-akan bukan isu yang penting untuk ditanggapi.
Mahasiswa jangan sampai mewakili sikap pemerintah yang terlihat begitu lamban dalam menanggulangi korban bencana. Kampus yang merupakan lingkungan sehari-hari mahasiswa sebenarnya merupakan sarana yang sangat potensial untuk ikut menanggulangi bencana alam yang akhir-akhir ini banyak terjadi. Dengan bekal akademik yang diberikan di bangku perkuliahan serta pamor mahasiswa yang biasanya peduli terhadap persoalan bangsa sepertinya merupakan modal yang cukup untuk ikut serta. Terlebih lagi jika menilik dari kondisi geografis Indonesia yang dilalui deretan gunung berapi dan lautan sehingga mengakibatkan Indonesia rentan terhadap bencana alam, maka kontribusi dari pihak kampus akan sangat dibutuhkan.
Peran mahasiswa dalam menanggulangi bencana alam sejauh ini masih kurang. Lihat saja bagaimana mahasiswa-mahasiswa yang ikut aktif menjadi relawan untuk mencari korban Tsunami di Aceh enam tahun yang lalu. Lihat juga bagaimana para mahasiswa dengan cepat ikut merekonstruksi ketika terjadi bencana gempa bumi di Yogyakarta. Dan mengkin yang belum hilang dari ingatan kita adalah ketika mereka ikut mengevakusi korban bencana meletusnya Gunung Merapi di Yogyakarta beberapa waktu yang lalu. Sebenarnya peran untuk ikut andil dalam menanggulangi bencana alam bisa lebih besar lagi. Jika dilihat, apa yang sudah dilakukan kampus di atas sebenarnya hanyalah penanganan pascabencana. Peran yang saat ini belum dimaksimalkan adalah penanganan prabencana.
Padahal jika dirunut ke belakang, antisipasi prabencana ini juga tidak kalah penting untuk meminimalisasi risiko buruk yang diakibatkan oleh bencana. Bencana memang bisa terjadi kapan dan di mana saja. Untuk itulah, diperlukan suatu upaya membangun masyarakat yang sadar akan bencana alam. Upaya ini akan sangat penting jika dilakukan oleh mahasiswa dengan memainkan perannya dalam hidup bermasyarakat.
Di sinilah mahasiswa harus memainkan perannya dalam bermasyarakat dengan berada di garda terdepan terkait penanggulangan bencana alam di Indonesia. Jika saat ini peran tersebut masih sangat terbatas pada tindakan pascabencana, sepertinya sudah saatnya mulai dilakukan upaya prabencana. Dalam hal ini kampus dapat ikut memfasilitasi kegiatan sosialisasi tentang perlunya sikap siaga bencana bagi masyarakat luas. Kegiatan ini bisa diintegrasikan dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Dalam KKN itulah, para mahasiswa yang turun ke lapangan perlu memberikan pengertian kepada masyarakat tentang pengetahuan dan keterampilan menghadapi bencana. Disamping program pemberdayaan masyarakat lain, kegiatan siaga bencana juga perlu dijadikan program utama. Tujuannya, yaitu agar tercipta masyarakat yang siaga bencana. Sehingga harapannya, dampak buruk berupa jatuhnya korban jiwa atas bencana sudah bisa diantisipasi sedini mungkin.
Selain itu pihak kampus juga bisa bekerja sama dengan institusi lain seperti LSM, Palang Merah Indonesia (PMI), atau institusi lain yang memiliki kepedulian terhadap penanganan bencana. Jika peran penanganan prabencana ataupun pascabencana dapat dilakukan secara berkesinambungan oleh kampus, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang siaga bencana akan segera tercapai. Dengan demikian dampak buruk atas bencana bisa ditekan semaksimal mungkin. Namun, perlu dimengerti bahwa upaya prabencana bukan untuk menolak bencana, melainkan sebagai cara untuk penyelamatan dini terhadap bencana. Selain itu, tanggap bencana bukan hanya menyelamatkan yang tersisa dan mengevakuasi jenazah yang meninggal ketika bencana terjadi. Tetapi tanggap bencana ialah memaksimalkan seluruh kemampuan untuk mengantisipasi dan meminimalkan dampak bencana. Dan peran ini tentu saja bisa dimaksimalkan oleh mahasiswa yang notabenenya merupakan garda terdepan suatu perubahan.
Referensi :
Mohtar Mas’oed. Negara, Kapital Dan Demokrasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 2003
http://tempointeraktif.com diakses pada tanggal 2 November 2010 pukul 10.12 WIB
http://www.republika.co.id diakses pada tanggal 2 November 2010 pukul 10.40 WIB
http://nasional.kompas.com diakses pada tanggal 2 November 2010 pukul 10.46
WIB

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls